Di sebuah desa yang dikelilingi bukit hijau, hiduplah seorang remaja bernama Farid. Ia adalah siswa SMP di Al Mabruroh yang dikenal sebagai anak cerdas, tetapi sering merasa cemas dan tidak puas dengan hidupnya. Farid selalu membandingkan dirinya dengan teman-temannya yang tampak lebih beruntung. Mereka memiliki barang-barang baru, pakaian yang trendy, dan sering pergi ke tempat-tempat menarik. Sementara itu, Farid hanya memiliki buku-buku tua dan sepeda yang sudah usang.
Suatu hari, saat berjalan pulang dari sekolah, Farid melihat seorang nenek tua yang duduk di pinggir jalan. Nenek itu tampak kesepian dan lemah. Tanpa berpikir panjang, Farid mendekatinya. “Nenek, apakah ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.
Nenek itu tersenyum dan mengangguk. “Anak muda, terima kasih. Saya hanya butuh seseorang untuk berbincang. Sudah lama saya tidak berbicara dengan siapa pun,” ujarnya. Farid pun duduk di samping nenek itu dan mulai bercerita tentang sekolahnya, mimpinya, dan juga tentang rasa cemasnya.
Nenek itu mendengarkan dengan sabar. Setelah Farid selesai bercerita, nenek itu berkata, “Kau tahu, nak, harta yang sebenarnya tidak selalu terlihat. Terkadang, harta yang paling berharga adalah yang ada di dalam hati kita.”
Farid tertegun. “Apa maksud Nenek?” tanyanya dengan penasaran.
“Harta yang tak terlihat itu adalah kebaikan, kasih sayang, dan persahabatan. Ketika kita berbagi dengan orang lain, kita akan merasakan kebahagiaan yang lebih dalam daripada memiliki barang-barang mewah,” jawab nenek itu.
Mendengar itu, Farid mulai merenung. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu fokus pada hal-hal materi dan melupakan nilai-nilai yang lebih penting dalam hidup. “Tapi, kadang-kadang saya merasa kesepian,” ucap Farid pelan.
Nenek itu tersenyum lembut. “Cobalah untuk memberi tanpa mengharapkan balasan. Berbagi kebaikan kepada orang lain bisa membawamu pada persahabatan yang tulus. Itu adalah harta yang tidak ternilai.”
Setelah berbincang dengan nenek itu, Farid merasa terinspirasi. Ia mulai berpikir untuk melakukan hal-hal kecil yang dapat membantu orang lain. Keesokan harinya, ia memutuskan untuk mengumpulkan beberapa buku yang sudah tidak ia gunakan lagi untuk disumbangkan kepada anak-anak di desanya.
Farid juga mulai membantu temannya yang kesulitan belajar. Ia membagikan ilmu yang ia miliki dengan senang hati. Setiap kali ia melihat senyum di wajah teman-temannya, hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan uang.
Hari-hari berlalu, dan Farid merasa hidupnya semakin berarti. Ia memiliki banyak teman baru, dan suasana hatinya pun membaik. Ia menyadari bahwa harta yang tidak terlihat—kebaikan, kasih sayang, dan persahabatan—telah mengubah hidupnya menjadi lebih berharga.
Suatu sore, saat Farid berjalan pulang dari sekolah, ia melihat nenek tua yang sama sedang duduk di tempat yang sama. “Nenek!” serunya. Nenek itu menatapnya dengan senyum hangat. “Apa kabar, nak?”
“Saya baik, Nenek. Saya telah mencoba untuk berbagi dengan teman-teman dan membantu mereka. Saya merasa lebih bahagia sekarang!” jawab Farid dengan semangat.
Nenek itu tersenyum bangga. “Kau telah menemukan harta yang sesungguhnya, Farid. Teruslah berbagi, dan kau akan selalu menemukan kebahagiaan.”
Farid mengangguk, merasa bersyukur atas pelajaran berharga yang ia dapatkan. Ia tahu bahwa harta yang tak terlihat adalah kunci untuk menemukan kebahagiaan sejati. Dengan tekad baru, Farid berjanji untuk terus menyebarkan kebaikan di mana pun ia berada, karena ia telah menemukan harta yang paling berharga dalam hidupnya.
